Makalah Tentang " Guru " Sebagai Tenaga Pendidik

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Dalam rangka proses peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah inilah diperlukan guru, baik secara individual maupun secara kolaboratif untuk melakukan sesuatu. Mengubah “status quo” agar pendidikan dan pembelajaran menjadi lebih berkualitas, tidak bergantung pada komponen saja nilsalnya guru, melainkan semua komponen dalam sistem pembelajaran tersebut sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan institusional, seperti program pembelajaran, kurikulum, rencana pembelajaran, sarana dan prasarana dan sebagainya. Namun, semua komponen yang teridentifikasi diats tidak akan berguna bagi terjadinya perolehan pengalaman maksimum bagi murid bila tidak didukung oleh keberadaan guru yang professional.
Sekolah merupakan instistusi yang kompleks, bukan paling kompleks diatara keseluruhan institusi social (Hanson, 1985). Kompleksitas tersebut bukan saja dari masukannya yang bervariasi, melainkan dari proses pembelajaran yang diselenggarakan di dalamnya (Mc Pherson, dkk.1986) sebagai institusi yang kompleks sekolah tidak akan menjadi baik dengan sendirinya, mselainkan melalui proses peningkatan tertentu.
Semua komponen dalam proses belajar mengajar materi, media, sarana dan prasarana, danak pendidikan tidak akan banyak memberikan dukungan secara maksimal atau tidak dapat dimanfaatkan secara optimsl bsgi peingkatan mutu bagi peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran tanpa didukung oleh keberdaan guru yang secara kontinyu berupaya mewujudkan gagasan ide dan pemikiran dalam perilaku dan sikap yang terunggul dan tugasnya sebagai pendidik. Guru merupakan -
unsur manusiawi yang sangat menentukan yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan (Adler, 1982).
Guru merupakan unsur manusiawi yang sangat dekat hubungannya dengan anak didik dalam upaya pendidikan sehari-hari di sekolah, sehingga untuk meningkatkan mutu pendidikan kita yaitu salah satunya dengan meningkatkan keprofesionalan kita sebagai seorang guru (pendidik)


B. Tujuan Penulisan
Memahami, mengetahui dan mengerti daripada keprofesionalan, cara seorang guru dapat menjadikan kita sebagai calon pendidik dapat meniru, belajar dan mengembangkannya pada saat terjun menjadi seorang guru yang sebenarnya di mata masyarakat.
Mengetahui apa itu guru serta dapat membantu guru dalam melakukan proser belajar mengajar.

C. Metode Penulisan
Metode adalah cara yang digunakan dalam melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan apa yang diinginkan.
Cara penulisan Makalah ini ada beberapa metode yang digunakan serta sumber tulisan antara lain Membaca buku-buku yang berkaitan dengan judul, Membacar artikel serta Diskusi dengan yang ahli di bidang guru.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Guru

Guru adalah profesi, guru profesional adalah guru yang memiliki dedikasi tinggi dalam pendidikan, tanpa dedikasi tinggi maka proses belajar mengajar akan kacau balau. Dalam proses belajar menagajar, yang telah berlangsung di dalam kelas, dapat ditemukan beberapa komponen yang bersama-sama mewujudkan proses belajar mengajar yang dapat juga dinyatakan sebagai struktur dasar dalam proses belajar mengajar. Dalam hal ini guru sebagai pendidik dan murid sebagai peserta didik dapat saja dipisahkan kedudukannya, akan tetapi mereka tidak dapat dipisahkan dalam mengembangkan murid dalam mencapai cita-citanya. Seperti tertuang pada hadis Nabi Khairunnaas anfa’uhum linnaas artinya sebaik baik manusia adalah yang paling besar

Menurut Zakiah Darajat (1992), tidak sembarangan orang dapat melakukan tugas guru, tetapi orang-orang tertentu yang memenuhi persyaratan berikut ini yang dipandang mampu : bertakwa, berilmu, sehat jasmani, dan berkelakuan baik.

Menurut bahasa, guru diambil dari bahasa Arab yaitu ‘alima - ya’lamu, yang artinya mengetahui. Dengan arti tersebut, maka guru dapat diartikan “orang yang mengetahui atau berpengetahuan”. Sebagaimana firman Allah swt.:
“Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
Guru juga bisa diambil dari kata ‘alima - ya’lamu yang artinya “mengajar”.Dengan demikian, guru bukan hanya orang yang memiliki ilmu pengetahuan saja, akan tetapi dia harus mengerjakannya kepada orang lain. Sejalan dengan yang dikatakan oleh al-Ghazali:
Barangsiapa yang berilmu, beramal dan mengerjakan, berarti ia merupakan orang yang disebut sebagai hamba mulia di kerajaan langit. Ia bagaikan matahari yang menerangi orang lain dan menerangi diri sendiri. Ia seperti minyak wangi yang membuat orang lain ikut harum dan mengahrumkan dirinya sendiri. Sebaliknya orang yang berilmu namun enggan mengamalkannya, bagaikan buku yang memberi manfaat, sedangkan ia sendiri sepi dari ilmu. Bagaikan batu asahan yang menajamkan tetapi ia sendiri tidak mampu memotong.
Di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, guru ialah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.[5] Hamzah B. Uno, mengaskan bahwa guru merupakan orang yang harus digugu dan ditiru, dalam arti orang yang memiliki kharisma atau wibawa yang perlu ditiru dan diteladani.
Menurut al-Ghazali, seseorang dinamai guru apabila memberitahukan sesuatu kepada siapa pun. Memang, seorang guru adalah orang yang ditugaskan di suatu lembaga untuk memberikan ilmu pengetahuan kepada pelajar dan pada gilirannya dia memperoleh upah atau honorarium. Akan tetapi, di dalam beberapa risalah filsafat al-Ghazali, seseorang yang memberikan hal apa pun yang bagus, positif, kreatif, atau bersifat membangun kepada manusia yang sangat menginginkan, di dalam tingkat kehidupannya yang mana pun, dengan jalan apa pun, dengan cara apa pun, tanpa mengharapkan balasan uang kontan setimpal apa pun adalah guru atau ulama.
Sedangkan menurut Sardiman A.M. guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan.
Secara etimologi pendidik adalah orang yang melakukan bimbingan. Pengertian ini memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam pendidikan.
Di dalam literatur kependidikan Islam, pendidik biasa disebut sebagai berikut:
1. Ustadz, yaitu seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesinya, ia selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zaman.
2. Mu’allim, berasal dari kata dasar ilm yang berarti menangkap hakikat sesuatu. Ini mengandung makna bahwa guru adalah orang yang dituntut untuk mampu menjelaskan hakikat dalam pengetahuan yang diajarkannya.
3. Murabbi, berasal dari kata dasar rabb. Tuhan sebagai Rabbal alamin dan Rabb an Nas yakni yang menciptakan, mengatur, dan memelihara alam seisinya termasuk manusia. Dilihat dari pengertian ini maka guru adalah orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
4. Mursyid, yaitu seorang guru yang berusaha menularkan penghayatan (transinternalisasi) akhlak dan atau kepribadian kepada peserta didiknya.
5. Mudarris, berasal dari kata darasa-yadrusu-darsan wa durusan wa dirasatan yang berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikan usang, melatih, mempelajari. Artinya guru adalah orang yang berusaha mencerdasakan peserta didik, menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
6. Muaddib, berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika, dan adab atau kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir dan batin. Artinya guru adalah orang yang beradab sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban (civilization) yang berkualitas di masa depan.
Munculnya kata guru atau pendidik tidak terlepas dari kata “pendidikan”. Umumnya, kata pendidikan dibedakan dari kata pengajaran, sehingga muncul kata “pendidik” dan “pengajar”. Menurut Prof . Dr. Muh. Said yang dikutip oleh Drs. Abidin Ibnu Rusn di dalam bukunya Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, pandangan semacam itu dipengaruhi oleh kebiasaan berpikir orang Barat, khususnya orang Belanda, yang membedakan kata onderwijs (pengajaran) dengan kata opveoding (pendidikan).
Pola pikir semacam itu diikuti oleh tokoh-tokoh pendidikan di dunia Timur, termasuk guru-guru muslim seperti Muhammad Naquib al-Atas. Dalam bukunya The Concept of Education in Islam, beliau membedakan secara tajam antara kata “ta’dib” (pendidikan) dan “tarbiyah” atau “ta’lim” (pengajaran). Bahkan beliau tidak setuju bila kedua istilah itu digunakan dalam konsep pendidikan Islam.

Jadi, pada dasarnya, pendidikan dan pengajaran atau ta’dib dan ta’lim, mengajar dan mendidik, pengajar dan pendidik adalah sama. Keduanya tidak dapat dibedakan. Oleh karena itu, walau al-Ghazali dalam konsep pendidikannya mengarah kepada pembentukan akhlak, beliau tidak menggunakan kata ta’dib tetapi hanya menggunakan kata ta’lim, beliau tidak membedakan kedua kata tersebut.

Perbedaan kata di atas biasanya didasarkan pada adanya penekanan makna masing-masing. Pendidikan lebih ditekankan kepada aspek nilai, sedangkan pengajaran pada aspek intelek. Tetapi apabila kita merujuk kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasul, keduanya tidak dibedakan. Al-Qur’an dan Sunnah tidak hanya menekankan teori mengesampingkan praktik, atau sebaliknya, menekankan praktik mengabaikan teori.

Dalam keseluruhan proses pendidikan, khususnya proses pembelajaran di sekolah dan madrasah, guru memegang peran utama dan amat penting. Perilaku guru dalam proses pendidikan dan belajar akan memberikan pengaruh dan corak yang kuat bagi pembinaan perilaku dan kepribadian anak didiknya. Oleh karena itu, perilaku guru hendaknya dapat dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pengaruh baik kepada para anak didiknya. Karenanya, ada beberapa aspek perilaku guru yang harus dipahami antara lain berkenaan dengan peranan, syarat-syarat serta tugas dan tanggung jawab seorang guru.Tujuan
1.Meningkatakn mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan suberdaya yang tersedia.
2.Meningkatakn kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
3.Meningkatkan kompterisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.


B. Komponen-komponen Proses Belajar Mengajar

1. Prosedur Didaktik

Istilah prosedur didaktik menunjuk pada kegiatan-kegiatan tenaga pengajar dalam mengelola proses belajar mengajar didalam kelas. Banyak literatur menggunakan istilah “teaching strategi”, “technique”, “method”, dan lain lain. Istilah prosedur didaktik dapat diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan oleh tenaga pengajar, yang menyangkut penyajian materi pelajaran, agar siswa dapat mencapai tujuan instruksional tertentu atau denagan cara sefektif mungkin. Tindakan ini dapat ditentukan dalam rangka persiapan pengajaran. Pelaksanaannya saat interaksi antara guru dan siswa dalam kelas atau luar kelas (ruangan).

Prosedur-prosedur didaktik dapat digolongkan menurut tiga pola, yaitu :

1) Pola Narasi (pengisahan), materi pelajaran disajikan oleh guru dan penyajiannya dipimpin oleh guru pula.

2) Pola Perundingan Bersama, materi pelajaran dibentuk oleh guru bersama siswa Pimpinan dapat dipegang oleh guru atau siswa.

3) Pola Pemberian Tugas, siswa melakukan kegiatan yang berkaitan dengan materi pelajaran, karena tugas yang diberikan oleh guru.
.
Khusus untuk pola 2 dan 3, dapat dibentuk kelompok agar terjadi interaksi antara tenaga pengajar dan kelompok siswa atau interaksi antar kelompok.


2. Media Pengajaran

Menurut E. De Corte media pengajaran dapat diartikan sebagai sarana nonpersonal yang digunakan atau disajikan oleh tenaga pengajar, yang memegang peranan dalam proses belajar mengajar, untuk mencapai tujuan instruksioanl..

Dalam beberapa pandangan hal-hal yang berhubungan dengan media pengajaran ini dikaitkan dengan Teknologi Pendidikan atau Teknologi Pengajaran, yang pembahasannya meliputi
:
a) Penggunaan perangkat elektro mekanis dalam pengajaran, misalnya OHP, VCD, dan LCD.

b) Pengajaran melalui media elektro mekanis, misalnya teaching machine menurut model Skinner dan computer.

c) Model Pengajaran atau teori pengajaran, dengan menerapkan data hasil penelitian dalam berbagai cabang Psikologi dan mengembangkannya, sehingga dapat disebut pendekatan system.

d) Studi ilmiah mengenai penggunaan media dalam proses belajar mengajar (educational technology).

3. Pengelompokan siswa

Dalam proses nelajar-mengajar memungkinkan kerjasama antara guru dan kelompok siswa atau antara kelompok siswa yang satu dengan kelompok siswa lainnya. Jika dalam kelas dibagi atas beberapa kelompok yang bekerjasama di dalam atau di kuar kelas, maka dapat diikuti tiga pola berikut :

a. Pola bekerja parallel, masing-masing kelompok diberi materi pelajaran atau bahasan yang sama, semua kelompok merundingkan topik yang sama atau mengerjakan hal yang sama. Hasil kajian materi bahasan diberikan dan dibandingkan satu sama lain, selanjutnya ditarik kesimpulan dalam sidang pleno.

b. Pola bekerja komplementer, masing-masing kelompok mendapat tugas yang berbeda, tetapi masing-masing topik merupakan bagian dari keseluruhan mata pelajaran. Melalui laporan yang diberikan masing-masing kelompok, siswa dari kelompok lain juga mendapat materi yang disajikan.

c. Pola campuran paralel dan komplementer, dua kelompok atau lebih mendapat tugas yang sama dan dua kelompok lain atau lebih mendapat tugas lainnya yang berbeda, dan kedaua tugas tersebut dapat dikaitkan.

4. Materi Pelajaran

instruksional khusus. Materi pelajaran adalah sarana yang digunakan dalam tujuan instruksional, bersama dengan prosedur didaktik dan media pengajaran, materi pelajaran dapat membawa siswa kedalam tujuan instruksional. Materi pelajaran dapat berupa macam-macam bahan, seperti suatu naskah, persolan, gambar, audio video, dan lain-lainnya.

Misalnya, dalam tujuan instruksional khusus, siswa harus mampu menjelaskan keunggulan dari struktur bangunan candi Borobudur, dengan membuat gambar dan uraian tertulis sebanyak satu halaman folio.

Dengan demikian jelas, bahwa criteria pemilihan materi pelajaran berkaitan erat dengan tujuan instruksional, keadaan awal yang actual dan komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar. Perlu dipilih materi pelajaran yang paling sesuai, baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif, sehingga membantu untuk mencapai tujuan intruksioanl seefesien dan seefektif mungkin.

C. Guru dengan aksi inovastif dan mandiri
Aksi yang dimaksud adalah aksi pembaharu dan pembaruan di sekolah dapat terjadi hanya dengan adanya motivasi pembelajaran.
Inovasi pembelajaran pada hakikatnya merupakan sesuatu yang baru mengenai pembelajaran bias berupa ide, program, layanan, metode, teknologi dan proses pembelajaran.
Inovasi dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang baru tersebut betul-betul baru, belum pernah diterapkan, terlepas apakah diciptakan sendiri oleh lembaga yang bersangkutan maupun diadopasi dari lembaga lain.
Demikianlah sehingga proses inovasi pembelajaran merupakan proses adopsi ide, proses baru dalam pembelajaran di sekolah.
Terakhir dapat disimpulkan bahwa guru yang profesional adalah guru yang memiliki visi yang tepat dan berbagai aksi inovatif.
Visi tanpa aksi adalah bagaikan sebuah impian, aksi tanpa visi adalah bagaikan perjalanan tanpa tujuan dan membuang-buang waktu saja. Visi dengan aksi dapat mengubah dunia.
Jadi kalau kita mengubah sistem pendidikan mulai dari mengubah diri kita menjadi seorang guru yang professional, sehingga peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan datang bukanlah sebuah impian belaka.

D. Peran Guru Dalam Proses Pendidikan
Efektivitas dan efisiensi belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai :

1. Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan;
2. Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan;
3. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik;
4. Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik;
5. Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).
Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup :
1. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).;
2. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems).
3. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia, Abin Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher counsel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching).
Di lain pihak, Moh. Surya (1997) mengemukakan tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik, pengarah pembelajaran dan pembimbing peserta didik. Sedangkan dalam keluarga, guru berperan sebagai pendidik dalam keluarga (family educator). Sementara itu di masyarakat, guru berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), penemu masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent).
Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis.
Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru berperan sebagai :
1. Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan;
2. Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan;
3. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya;
4. Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin;
5. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik;
6. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan; dan
7. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai :
1. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat;
2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;
3. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah;
4. model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh mpara peserta didik; dan
5. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.
Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai :
1. Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik;
2. seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan;
3. Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu mambentuk menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan;
4. Catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik; dan
5. Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.
Sementara itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukan dua peran utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning). Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.
Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung


E. Profesionalisme Guru
Istilah profesionalisme guru tentu bukan sesuatu yang asing dalam dunia pendidikan. Secara sederhana, profesional berasal dari kata profesi yang berarti jabatan. Orang yang profesional adalah orang yang mampu melaksanakan tugas jabatannya secara mumpuni, baik secara konseptual maupun aplikatif. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan mumpuni dalam melaksanakan tugas jabatan guru.
Bila ditinjau secara lebih dalam, terdapat beberapa karakteristik profesionalisme guru. Rebore (1991) mengemukakan enam karakteristik profesionalisme guru, yaitu: (1) pemahaman dan penerimaan dalam melaksanakan tugas, (2) kemauan melakukan kerja sama secara efektif dengan siswa, guru, orang tua siswa, dan masyarakat, (3) kemampuan mengembangkan visi dan pertumbuhan jabatan secara terus menerus, (4) mengutamakan pelayanan dalam tugas, (5) mengarahkan, menekan dan menumbuhkan pola perilaku siswa, serta (6) melaksanakan kode etik jabatan.
Sementara itu, Glickman (1981) memberikan ciri profesionalisme guru dari dua sisi, yaitu kemampuan berpikir abstrak (abstraction) dan komitmen (commitment). Guru yang profesional memiliki tingkat berpikir abstrak yang tinggi, yaitu mampu merumuskan konsep, menangkap, mengidentifikasi, dan memecahkan berbagai macam persoalan yang dihadapi dalam tugas, dan juga memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Komitmen adalah kemauan kuat untuk melaksanakan tugas yang didasari dengan rasa penuh tanggung jawab.
Lebih lanjut, Welker (1992) mengemukakan bahwa profesionalisme guru dapat dicapai bila guru ahli (expert) dalam melakasnakan tugas, dan selalu mengembangkan diri (growth). Glatthorm (1990) mengemukakan bahwa dalam melihat profesionalisme guru, disamping kemampuan dalam melaksanakan tugas, juga perlu mempertimbangkan aspek komitmen dan tanggung jawab (responsibility), serta kemandirian (autonomy)..
Membicarakan tentang profesionalisme guru, tentu tidak bisa dilepaskan dari kegiatan pengembangan profesi guru itu sendiri. Secara garis besarnya, kegiatan pengembangan profesi guru dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) pengembangan intensif (intensive development), (2) pengembangan kooperatif (cooperative development), dan (3) pengembangan mandiri (self directed development) (Glatthorm, 1991).
Pengembangan intensif (intensive development) adalah bentuk pengembangan yang dilakukan pimpinan terhadap guru yang dilakukan secara intensif berdasarkan kebutuhan guru. Model ini biasanya dilakukan melalui langkah-langkah yang sistematis, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi dan pertemuan balikan atau refleksi. Teknik pengembangan yang digunakan antara lain melalui pelatihan, penataran, kursus, loka karya, dan sejenisnya.
Pengembangan kooperatif (cooperative development) adalah suatu bentuk pengembangan guru yang dilakukan melalui kerja sama dengan teman sejawat dalam suatu tim yang bekerja sama secara sistematis. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan profesional guru melalui pemberian masukan, saran, nasehat, atau bantuan teman sejawat. Teknik pengembangan yang digunakan bisa melalui pertemuan KKG atau MGMP/MGBK. Teknik ini disebut juga dengan istilah peer supervision atau collaborative supervision.
Pengembangan mandiri (self directed development) adalah bentuk pengembangan yang dilakukan melalui pengembangan diri sendiri. Bentuk ini memberikan otonomi secara luas kepada guru. Guru berusaha untuk merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, dan menganalisis balikan untuk pengembangan diri sendiri. Teknik yang digunakan bisa melalui evaluasi diri (self evaluation) atau penelitian tindakan (action research)

F. Kode Etik Seorang Guru
Persatuan Guru Republik Indonesia menyadari bahwa Pendidikan adalah merupakan suatu bidang Pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan Tanah Air serta kemanusiaan pada umumnya dan …….Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan Undang –Undang Dasar 1945 . Maka Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya sebagai Guru dengan mempedomani dasar –dasar sebagai berikut :
1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangun yang berjiwa Pancasila
2. Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing –masing .
3. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik , tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan .
4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik –baiknya bagi kepentingan anak didik
5. Guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan .
6. Guru secara sendiri – sendiri dan atau bersama – sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu Profesinya .
7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan maupun didalam hubungan keseluruhan .
8. Guru bersama –sama memelihara membina dan meningkatkan mutu Organisasi Guru Profesional sebagai sarana pengapdiannya.
9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang Pendidikan.

G. Antara Guru Dan KTSP
Kurikulum pada dasarnya merupakan alat dalam upaya mencapai tujuan pendidikan. Seperti ungkapan the man behind the gun, maka sebagus apapun desain atau model kurikulum yang hendak dikembangkan akan sangat bergantung kepada faktor manusianya. Dalam hal ini, guru merupakan pelaksana utama dalam kegiatan pengembangan kurikulum, yang dilaksanakan melalui kegiatan belajar mengajar mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian, tampaknya tidak berlebihan kalau kita katakan bahwa guru menjadi faktor utama penentu keberhasilan dalam kegiatan pengembangan kurikulum.
Jika kita cermati lebih dalam lagi tentang pemberlakuan kurikulum pada masa-masa sebelumnya yang sentralistik, tampaknya guru cenderung diposisikan hanya sebagai “tenaga tukang” yang bertugas mengoperasikan berbagai ketentuan kurikulum yang telah ditetapkan dari pusat. Petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis) dari pusat yang sangat ketat dan serba seragam telah membelenggu kreativitas guru sekaligus mencabut hak dan kewenangan guru dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya.
Bagi para guru yang berjiwa “tukang”, keadaan seperti itu tentunya dianggap hal yang menguntungkan, karena segala sesuatunya seolah-olah sudah serba “siap saji”, guru hanya tinggal melaksanakan saja ketentuan-ketentuan yang ada, tanpa harus banyak bekerja keras dan berfikir jauh dalam mengimplementasikan kurikulum, terlepas apakah ketentuan-ketentuan tersebut cocok atau tidak dengan realita di lapangan.
Kurikulum yang sentralistik (top-down approach) semacam itu pada akhirnya telah menjadilan pendidikan nasional kita jatuh terpuruk. Di tengah-tengah kondisi pendidikan nasional yang terpuruk itu ternyata masih ada juga orang-orang yang mau memikirkan dan peduli terhadap nasib pendidikan nasional, dan pada akhirnya berhasil mengantarkan pada keputusan untuk merubah kurikulum nasional. Upaya perubahan kurikulum memang sempat terganggu, dengan hadirnya wacana Kurikulum Berbasis Kompetensi yang konon didesain secara ideal, namun dalam kenyataannya sungguh sulit untuk diimplemantasikan karena terdapat beberapa asumsi yang tidak dapat dipenuhi di lapangan. Terpaksa, wacana dan sosialiasasi Kurikulum Berbasis Kompetensi pun diralat dan akhirnya sampailah pada upaya untuk menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan payung hukumnya Permendiknas No. 22 Tahun 2006, yang tampaknya lebih mencerminkan kurikulum yang bersifat desentralistik (grass-root approach)
Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, dalam KTSP penulis melihat adanya spirit untuk memberdayakan dan mempercayakan guru sekaligus mengembalikan hak-hak profesional yang melekat dalam jabatannya, termasuk hak dan otoritas dalam setiap kegiatan pengembangan kurikulum. Yang menjadi persoalan, seberapa siap para guru untuk menerima hak-hak dan otoritas profesional dalam mengembangkan kurikulum di sekolah. Dalam KTSP, tidak lagi disediakan berbagai petunjuk ketat dalam mengembangkan kurikulum. yang tersisa dari pusat hanyalah rambu-rambu yang berkenaan pencapaian Standar Kompetensi sebagaimana tertuang dalam Permendiknas No. 23 tahun 2006, selebihnya diserahkan sepenuhnya kepada guru untuk mengatur dan mengelola kegiatan pengembangan kurikulum di sekolah, yang disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi nyata di lapangan.
Dalam pandangan penulis, KTSP ini tak ubahnya seperti kertas kosong yang diberikan kepada guru untuk ditulisi sesuai dengan kemampuan yang ada pada diri guru itu sendiri. Ada tanggung jawab besar dari guru untuk bagaimana dapat menulis dalam kertas kosong itu sehingga akhirnya dapat dihasilkan tulisan yang benar-benar indah dan bermutu tinggi.
KTSP mau tidak mau mensyaratkan adanya kreativitas yang tinggi dari para guru untuk dapat mengembangkan kurikulum di sekolah. Tanpa berbekal kreativitas guru yang tinggi, maka celah untuk terjadinya kegagalan KTSP sangat terbuka dan hak-hak profesional guru pun tampaknya akan lepas lagi dan guru kembali menjadi tenaga tukang yang akan diatur pihak lain.
Kita berharap, melalui upaya standarisasi profesi dan sertifikasi guru, atau upaya peningkatan profesionalisme guru lainnya kiranya dapat mendorong para guru untuk menjadi lebih kreatif dalam mengembangkan kurikulum di sekolah, sehingga KTSP benar-benar dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan pendidikan nasional.

H. Guru Ideal
Guru ideal menurut versi pemerintah ialah guru yang kompeten atau memiliki sekian kompetensi. Tepatnya guru itu memiliki 4 kompetensi yaitu kompetensi professional, kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Mungkin dalam bahasa saya keempat kompetensi itu secara lugas bisa saya artikan seperti ini:

Kompetensi profesional (pintar, benar-benar menguasai ilmunya). Kompetensi pedagogik (bisa memintarkan orang lain, menguasai berbagai metode menstransfer kepintaran/ilmunya). Kompetensi kepribadian (baik orangnya, ilmu yang diajarkan itu benar-benar terpribadi dalam dirinya). Kompetensi sosial (baik pada orang lain/masyarakat, bisa memancarkan kebagusan pribadinya pada masyarakat/dengan sosialisasi yang baik).

Sebab acapkali banyak orang pintar, tapi tidak cukup pintar memintarkan orang lain. Banyak orang yang track record kuliahnya luar biasa bagus, tapi mengajarnya membosankan dan banyak orang tidak mengerti materi yang disampaikan. Ini contoh orang yang 'profesional' tapi lemah 'pedagogis'nya.

Ada juga orang yang benar-benar alim dan baik, tapi tidak begitu sukses bermasyarakat. Ia lebih sering mengurung diri di rumahnya atau lingkungannya, tidak banyak mengambil peran di masyarakat yang lebih luas. Ini contoh orang yang baik 'kepribadian'nya tapi kurang dalam 'sosial'nya.

Tentang menjadi pengajar atau guru ini, KH. Imam Zarkasyi, seorang pendiri Pondok Modern Gontor pernah menyatakan bahwa materi itu penting, tetapi metode lebih penting dari materi. Metode itu penting tapi pribadi guru itu lebih penting dari metode.

Menurut Pak Zar, seorang guru yang "mengajarkan" keimanan, bisa saja mengajarkan konsep-konsep keimanan dengan materi yang lengkap, dalam dan luas dan akurat. Hal ini bisa dilakukan asal si guru itu luas pengetahuan agamanya dan menguasai metode mengajar yang tepat.

Namun, beda mengajar beda mendidik. Kalau tujuannya untuk mendidik, apalagi "mendidikkan" keimanan, maka penguasaan materi dan metode tidaklah cukup, akan tetapi haruslah materi keimanan itu “terpribadi” dalam diri guru. Artinya guru akan berhasil mendidikkan keimanan kalau gurunya juga benar-benar beriman. Di sinilah transfer dan ‘setruman’ iman akan terjadi dan membuahkan hasil. Dan ini akan semakin sempurna apabila ‘keimanan’ guru ini benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan sehari-harinya, jadi suri tauladan bagi murid-murid dan masyarakatnya.

Kalau ditarik garis lurus, barangkali penguasaan materi yang dimaksudkan Pak Zar itu lah yang dinamakan kompetensi profesional. Sedangkan penguasaan metode itulah yang dinamakan kompetensi pedagogik, sementara terintegrasinya materi ke dalam diri pribadi guru itulah yang dinamakan kompetensi kepribadian. Untuk selanjutnya implementasi perilaku beriman dalam masyarakat dan kehidupan sehari-hari itulah yang dinamakan kompetensi sosial.

Bila deretan kompetensi ini dikuasai dan terintegrasi ke dalam guru-guru kita, tentu mereka akan menjadi guru-guru yang ideal. Tawuran pelajar, kenakalan remaja dan berbagai bentuk penyimpangan dalam kalangan kaum terdidik dapat kita kikis. Amin.


I. Sertifikasi Guru

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan guru adalah pendidik profesional. Untuk itu, guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana atau Diploma IV (S1/D-IV) yang relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran.

Pemenuhan persyaratan kualifikasi akademik minimal S1/D-IV dibuktikan dengan ijazah dan pemenuhan persyaratan relevansi mengacu pada jejang pendidikan yang dimiliki dan mata pelajaran yang dibina. Misalnya, guru SD dipersyaratkan lulusan S1/D-IV Jurusan/Program Studi PGSD/Psikologi/Pendidikan lainnya, sedangkan guru Matematika di SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dipersyaratkan lulusan S1/D-IV Jurusan/Program Pendidikan Matematika atau Program Studi Matematika yang memiliki Akta IV. Pemenuhan persyaratan penguasaan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik yang diperoleh melalui sertifikasi.

Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi guru bertujuan untuk
(1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional,
(2) meningkatkan proses dan hasil pembelajaran,
(3) meningkatkan kesejahteraan guru,
(4) meningkatkan martabat guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.


Sertifikasi guru diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru. Bentuk peningkatan kesejahteraan tersebut berupa pemberian tunjangan profesi bagi guru yang memiliki sertifikat pendidik. Tunjangan tersebut berlaku, baik bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun bagi guru yang berstatus bukan pegawai negeri sipil (swasta).

Di beberapa negara, sertifikasi guru telah diberlakukan, misalnya di Amerika Serikat, Inggris dan Australia. Di Denmark kegiatan sertifikasi guru baru dirintis dengan sungguh-sungguh sejak tahun 2003. Memang terdapat beberapa negara yang tidak melakukan sertifikasi guru, tetapi melakukan kendali mutu dengan mengontrol secara ketat terhadap proses pendidikan dan kelulusan di lembaga penghasil guru, misalnya di Korea Selatan dan Singapura. Semua itu mengarah pada tujuan yang sama, yaitu berupaya agar dihasilkan guru yang bermutu.

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan sertifikasi guru tahun 2007 dan 2008, khususnya untuk penyelenggaraan sertifikasi guru melalui penilaian portofolio masih ditemukan sejumlah kendala yang dapat menghambat proses pelaksanaan sertifikasi. Kendala ini umumnya terkait dengan sistem kelembagaan Rayon LPTK terkait, misalnya hubungan kemitraan antara PT induk dengan mitra yang kurang harmonis, kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki PT untuk penyelenggaraan sertifikasi, dan keragaman pemahaman atau interpretasi asesor terhadap rubrik penilaian portofolio serta pola pelaksanaan sertifikasi. Untuk itu, dipandang perlu adanya bantuan dari departemen yang menauinginya. Bantuan ini dapat gulirkan dalam bentuk hibah nonkompetitif yang berbasis pada kebutuhan LPTK.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Guru adalah profesi, guru profesional adalah guru yang memiliki dedikasi tinggi dalam pendidikan, tanpa dedikasi tinggi maka proses belajar mengajar akan kacau balau. Dalam proses belajar menagajar, yang telah berlangsung di dalam kelas, dapat ditemukan beberapa komponen yang bersama-sama mewujudkan proses belajar mengajar yang dapat juga dinyatakan sebagai struktur dasar dalam proses belajar mengajar. Dalam hal ini guru sebagai pendidik dan murid sebagai peserta didik dapat saja dipisahkan kedudukannya, akan tetapi mereka tidak dapat dipisahkan dalam mengembangkan murid dalam mencapai cita-citanya. Seperti tertuang pada hadis Nabi Khairunnaas anfa’uhum linnaas artinya sebaik baik manusia adalah yang paling besar
Guru dengan aksi inovastif dan mandiri
Aksi yang dimaksud adalah aksi pembaharu dan pembaruan di sekolah dapat terjadi hanya dengan adanya motivasi pembelajaran.
Inovasi pembelajaran pada hakikatnya merupakan sesuatu yang baru mengenai pembelajaran bias berupa ide, program, layanan, metode, teknologi dan proses pembelajaran.
Inovasi dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang baru tersebut betul-betul baru, belum pernah diterapkan, terlepas apakah diciptakan sendiri oleh lembaga yang bersangkutan maupun diadopasi dari lembaga lain.
Peran Guru Dalam Proses Pendidikan
Efektivitas dan efisiensi belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai :

1. Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan;
2. Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan;
3. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik;
4. Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik;
5. Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).
Profesionalisme Guru
Istilah profesionalisme guru tentu bukan sesuatu yang asing dalam dunia pendidikan. Secara sederhana, profesional berasal dari kata profesi yang berarti jabatan. Orang yang profesional adalah orang yang mampu melaksanakan tugas jabatannya secara mumpuni, baik secara konseptual maupun aplikatif. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan mumpuni dalam melaksanakan tugas jabatan guru.
Kode Etik Seorang Guru
Persatuan Guru Republik Indonesia menyadari bahwa Pendidikan adalah merupakan suatu bidang Pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan Tanah Air serta kemanusiaan pada umumnya dan …….Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan Undang –Undang Dasar 1945 . Maka Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya sebagai Guru dengan mempedomani dasar –dasar sebagai berikut :
1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangun yang berjiwa Pancasila
2. Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing –masing .
3. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik , tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan .
4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik –baiknya bagi kepentingan anak didik
Antara Guru Dan KTSP
Kurikulum pada dasarnya merupakan alat dalam upaya mencapai tujuan pendidikan. Seperti ungkapan the man behind the gun, maka sebagus apapun desain atau model kurikulum yang hendak dikembangkan akan sangat bergantung kepada faktor manusianya. Dalam hal ini, guru merupakan pelaksana utama dalam kegiatan pengembangan kurikulum, yang dilaksanakan melalui kegiatan belajar mengajar mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian, tampaknya tidak berlebihan kalau kita katakan bahwa guru menjadi faktor utama penentu keberhasilan dalam kegiatan pengembangan kurikulum.


B. SARAN

1. Untuk dapat memperbaiki dan meningkatkan menajemen pendidikan sekolah salah satunya adalah jadikanlah diri kita sebagai guru yang professional.
2. Agar menjadi guru yang profesional kita harus memilki visi dan misi yang inovatif karena dengan visi bisa mengubah pendidikan kita bahkan dunia.
3. Bahwa agar potensi yang dimiliki manusia dapat berkembang dan berfungsi secara maksimal perlu bantuan pendidikan yang tepat sasaran dan berkesinambungan.
4. Bahwa untuk menciptakan keberhasilan program pendidikan diperlukan adanya prinsip kooperatif pendidikan, serta tidak memaksakan sesuatu di luar batas kemampuan manusia.

C. Implikasi
Semakin baik unjuk kerja guru, lengkap fasilitas pembelajaran, dan semakin terjaminnya keselamatan kerja siswa akan semakin memberikan kepuasan kepada siswa, maka akan semakin dapat menunjang proses pembelajaran di sekolah dan akan semakin memenuhi kebutuhan proses pembelajaran.

Sebagai Guru wajib melaksanakan tugas yang telah di berikan agar suatu saat dapat menghasilkan siswa-siswa yang cerdas dan bermoral.

Dijadikan sebagai pedoman para guru bukan hanya mengenal apa yang dimaksud dengan Guru, melainkan benar-benar membuat para guru mau berusaha dalam melaksanakan dan mengembangkan alat peraga dengan memanfaatkan sarana pembelajaran sehingga aspek afektif, kognitif dan psikomotor dapat tercapai.

Daftar Pustaka


Ibrahim Bafal. (2007). Peningkatan Profesional Guru Sekolah Dasar. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Moh Uzer Usman .(2007). Menjadi Guru Profesional.. Bandung. PT Remaja Rosdakarya

Muhibbin syah, M.Ed. 2006. Psikologi pendidikan . Bandung. PT Remaja Rosdakarya

Sarimaya , Farida. 2008.Sertifikasi Guru. Bandung: CV. Yrama Widya.

Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal. Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional. 2007.

http://www.google.com/

http://books.google.co.id

http://pendidikan-info.blogspot.com/2009/03/pengertian-guru.html

http://prasetyohadiepunya.blogspot.com/2010/05/makalah-subtansi-dan-implementasi.html

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/11/11/makalah-artikel-profesi-guru-pendidik/

http://verykaka.wordpress.com/2007/10/19/kode-etik-guru-indonesia/

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/10/guru-dan-ktsp/

http://www.imamsaifulbahri.co.cc/2010/06/guru-ideal.html

http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view=category&id=167&Itemid=312

Untuk Lebih Lengkap & Rapi silahkan Download Filenya Berbentuk MS.World Di bawah ini :

Download




Cara Download :
1. Klick Link Yang mau di Download
2. Setelah Tambil Halaman Adf.Ly seperti Gambar di bawah.Tunggu Waktu 5 Detik
3. Setelah Selesai Klick SKIP AD > Seperti Gambar di Bawah ini :

ads

Ditulis Oleh : Belajar Yuk!!! Hari: 5:48 AM Kategori: